Corona Virus: Cemas, Eksistensi Manusia dan Keimanan
Updated: Jun 2, 2020
oleh Rina Sari, M.Psi., Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani
Rekam digital dari WHO Covid-19 jumlah kasus per tanggal 26 Maret 2020 sebanyak 512.701 kasus yang terpapar dan sebanyak 23.495 orang yang meninggal.
Berdasarkan data per tanggal 26 Maret 2020, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif di Indonesia yakni sebanyak 1.046 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 46 orang telah dinyatakan sembuh. Sedangkan jumlah pasien yang meninggal dunia karena terinfeksi Covid-19 ada sebanyak 87 pasien. Selain itu, penyebaran virus corona di Indonesia telah ada di 28 dari 34 provinsi di Indonesia.
Langkah pemerintah pun sejauh ini hanya memperpanjang masa darurat bencana hingga waktu yang belum ditentukan. Banyak masukan dan saran pada pemerintah untuk menerapkan sistem lockdown bagi kota maupun daerah yang sudah terpapar oleh virus corona. Pemerintah sejauh ini memberikan himbauan pada masyarakat untuk melakukan physical distancing, menggalakkan program hidup sehat dan menghimbau bagi mereka yang sudah terpapar untuk melakukan isolasi diri secara mandiri. Perlu kita sadari sebagian dari kita yang mungkin menyadari arti pentingnya dari himbauan pemerintah, tetapi ada juga yang belum menyadari apa maksud dari himbauan pemerintah sehingga dengan bebas mereka melakukan aktifitasnya di luar tanpa mempedulikan standar protokol yang harus dipatuhi. Para pimpinan daerah pun tidak tinggal diam, ada yang sudah memberlakukan sistem lockdown meskipun pemerintah pusat tidak memberikan himbauan. Mungkin bagi para pemangku kebijakan daerah hal tersebut menjadi langkah untuk memutus rantai penyebaran dari Covid-19.
Cemas, Pemaknaan Eksistensi Diri Manusia dan Keimanan.
Tidak dapat dipungkiri penulis pun merasakan cemas akan kondisi yang sedang tejadi saat ini, banyak informasi yang bertebaran selama melakukan karantina diri.
Informasi yang bertebaran pun diharapkan dapat mengantisipasi, mengedukasi, dan memberikan langkah konkrit terkait kondisi saat ini agar kita mampu mengatasi panik dan rasa cemas.
Kita saat ini mudah sekali mengakses informasi yang belum tentu akurat, alih- alih informasi tersebut menyumbangkan rasa panik dan kecemasan. Hal tersebut dapat membuat daya tahan tubuh kita menurun akibat rasa khawatir dan cemas yang berlebihan. Dalam buku The Meaning of Anxiety, Rollo May mengatakan bahwa banyak perilaku manusia digerakkan oleh perasaan takut dan cemas, menurutnya kecemasan merupakan kondisi subjektif dari kesadaran individu, kecemasan dapat merusak atau tidak menjadi bermakna sama sekali.
Eksistensialisme manusia mengarahkan pada perilaku tanggung jawab terhadap pertanyaan ‘siapa saya?’ dan ‘bagaimana nanti saya ke depannya?’, tidak jarang dengan kondisi dan rasa cemas saat ini menimbulkan pertanyaan dibenak kita ‘akan seperti apa dan bagaimana saya dengan kondisi saat ini?’. Pertanyaan tersebut merupakan bentuk upaya dari diri untuk tidak terlepas dengan dunia dan dengan keberadaan mahluk lainnya yang ada di muka bumi.
Rasa cemas yang wajar diperlukan sebagai upaya kita dengan sadar dan waspada untuk melakukan tindakan yang dapat menghentikan penyebaran virus dan sebagai bentuk ikhtiar manusia dalam mempertahankan eksistensi dirinya.
Mungkin bentuk ikhtiar kita sudah banyak dengan menjaga pola hidup bersih dan sehat, rutin berolah raga, melakukan physical distancing, melakukan karantina diri dan melakukan penggalangan dana dalam rangka pengadaan fasilitas alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan.
Eksistensi manusia tidak terlepas dengan takdir yang sudah Tuhan tetapkan, Rollo May dalam bukunya Freedom and Destiny mengatakan bahwa kita akan mampu menerima kondisi diri dan lingkungan secara tenang dengan memahami takdir yang sudah ditetapkan.
Bukan berarti menyerah begitu saja tanpa adanya ikhtiar tetapi manusia perlu mengingat makna diri di hadapan Tuhan, karena pada dasarnya manusia diciptakan dan diberikan akal dengan tujuan mengoptimalkan potensi diri dalam rangka mengelola perilaku dan lingkungan sekitar diiringi dengan rasa tanggung jawab.
Salah satu bentuknya adalah mengikuti arahan para ahli yang memiliki ilmu sesuai dengan bidangnya dalam menangani kondisi saat ini. Sebab yang berusaha tanpa ilmu malah lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Perlu disadari bahwa kondisi wabah corona virus saat ini merupakan bentuk dari ketetapan dan takdir yang sudah Tuhan tentukan.
Sebesar apapun ikhtiar yang diusahakan, jika Tuhan belum menghendaki untuk menghentikan wabah ini maka kita pun perlu sabar dan ikhlas untuk menjalani hari demi hari dengan produktif dan penuh tanggung jawab.
Hal tersebut sebagai wujud memahami eksistensi diri terhadap keberadaan kita pada alam semesta dan keterbatasan diri kita yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Sudah sepatutnya kita membaktikan diri dan menghamba pada Tuhan agar kita mampu menyeimbangkan kembali eksistensi diri kita pada alam semesta dan Tuhan, sesuai dengan
Q.S Al- Baqarah:30 bahwa Tuhan hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Dengan harapan kita sebagai manusia mampu menjaga keteraturan perilaku dan menggunakan potensi diri yang sudah Tuhan berikan, demi menjaga harmoni kehidupan alam semesta yang sudah diciptakan-Nya.
Referensi:
· - WHO. (2020, 03 26). World Health Organization. Retrieved from Coronavirus disease (COVID-19)outbreak: https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-
- Feist, J & Feist, G. (2008). Theory of Personality 7th Edition. McGraw-Hill
- May, Rollo. (1996). The Meaning of Anxiety.W.W Norton & Company
- May, Rollo. (1981). Freedom and Destiny. W.W Morton & Company
Tentang Penulis

Rina Sari S.Psi, M.Psi Psikolog merupakan seorang psikolog klinis yang berfokus menangani permasalahan psikologis dewasa dan gangguan psikologis lainya, beliau merupakan lulus Psikologi Profesi dari Universitas Padjadjaran. Saat ini beliau merupakan Dosen Pengajar dan peneliti di Universitas Jenderal Achmad Yani yang merupakan Almamaternya ketika mengambil Sarjana Psikologi.